Seri Hukum Pidana — Perluasan Objek Praperadilan
Praperadilan menurut KUHAP adalah mekanisme checks and balances atas setiap penyidikan/penuntutan untuk menentukan sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, ganti rugi dan rehabilitasi. Belakangan objek praperadilan tersebut diperluas berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, Nomor 130/PUU-XIII/2015, Putusan Praperadilan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel, dan beberapa putusan praperadilan lainnya. Kini objek praperadilan meliputi juga sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan, bukti permulaan yang harus dimaknai sebagai minimum dua alat bukti, dan kewajiban penyidik untuk memberitahukan dan menyerahkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Penuntut Umum, Terlapor dan Korban/Pelapor dalam waktu tujuh hari setelah diterbitkan. Sesuai Pasal 77-83 KUHAP, praperadilan harus diajukan sebelum perkaranya dilimpahkan dan disidangkan ke Pengadilan Negeri. Bila jangka waktu tersebut dilampaui, maka praperadilan dinyatakan gugur seperti halnya Penetapan PN Jakarta Selatan No.16/Pid/Pra/2015/PN.Jkt.Sel.
Seri Hukum Keluarga — Perjanjian Pranikah
Perjanjian pranikah atau prenuptial agreement dimaknai sebagai perjanjian antara suami istri mengenai harta benda selama perkawinan berlangsung yang menyimpang dari ketentuan yang diatur di dalam undang-undang. Perjanjian pranikah diatur didalam KUHPerdata dan UU Perkawinan (Pasal 29) yang menghendaki dibuat sebelum perkawinan berlangsung. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, perjanjian pranikah yang harus dibuat sebelum perkawinan dianggap bertentangan dengan Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 karena dianggap membatasi hak dua individu, khususnya kapan perjanjian akan dilakukan. Dengan demikian, perjanjian pranikah dapat dibuat setelah perkawinan dilangsungkan.
Seri Hukum Kepailitan — Upah Buruh
Kedudukan tagihan kreditor-kreditor (separatis, preferen, konkuren) dalam perkara kepailitan seringkali menimbukan polemik dan perbedaan cara pandang, salah satunya kedudukan upah buruh terhadap tagihan kreditor lainnya. Sebagian kalangan berpandangan upah buruh berada pada antrian terakhir paritas creditorium. Namun pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013, upah buruh mendapat kedudukan yang lebih tinggi dan mendahulu daripada kreditor lainnya. Putusan MK tersebut tegas menyatakan bahwa upah buruh didahulukan pembayarannya dari semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk pemerintah.
Seri Hukum Perdata — Gadai Ulang Saham
Gadai merupakan salah satu lembaga penjaminan yang di atur dalam KUHPerdata mulai dari Pasal 1150 sampai dengan 1160 KUHPerdata. Gadai pada dasarnya diperuntukkan untuk menjaminkan benda bergerak dimana salah satunya adalah saham. Penggadaian saham di atur dalam Pasal 60 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Seringkali menjadi pertanyaan apakah saham yang digadaikan dapat digadaikan kembali. Pertanyaan ini timbul karena biasanya nilai saham yang digadaikan dimungkinkan melebihi hutang yang dijaminkan, selain kebutuhan pemilik saham akan modal. Baik KUHPerdata maupun UU No. 40 Tahun 2007 tidak mengatur ataupun melarang secara explisit mengenai hal ini. Akan tetapi, pada dasarnya penggadaian ulang saham sangatlah dimungkinkan dan tidak menyalahi ketentuan manapun. Hanya salah satu syarat utamanya adalah adanya pemberitahuan kepada dan persetujuan dari pemegang gadai saham bahwa saham yang dijaminkan akan digadaikan kembali. Hal ini untuk menjamin prioritas pemegang gadai saham tersebut (yang nantinya akan menjadi pemegang gadai saham pertama) dalam pelunasan hutang baik pelunasan langsung dari debitur (pemberi gadai) atau pun pelunasan melalui eksekusi gadai.