VOL. XI — MEI 2018

Seri Hukum Lingkungan – Putusan PN Batalkan Putusan MA Mengenai Ganti Rugi Kerusakan Lingkungan

PN Meulaboh melalui Putusan No. 16/Pdt.G/2017/PN.Mbo tanggal 12 April 2018 mengabulkan Gugatan objek sengketa tanah PT Kallista Alam terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ketua Koperasi Bina Usaha, Kantor BPN Provinsi Aceh, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Aceh berkenaan dengan posisi area yang dimaksud dalam posisi 96°32’0″ – 98°32’21” BT dan 3°47’8″ – 3°51’22” LU, berada di dalam 3 (tiga) wilayah Kabupaten, yaitu Wilayah Kabupaten Nagan Raya, Wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya dan Wilayah Kabupaten Gayo Lues. Putusan tersebut terbilang sebagai terobosan baru di bidang hukum karena telah membatalkan Putusan MA dalam tingkat PK. PT Kallista Alam sebelumnya telah dihukum PN Meulaboh melalui putusannya No. 12/Pdt.G/2012/Pn.Mbo tanggal 8 Januari 2014 yang dikuatkan dengan Putusan PT Banda Aceh No. 50/Pdt/2014/PTBN, Putusan Kasasi No. 651K/Pdt/2015 tanggal 28 Agustus 2015 dan Putusan PK No. 1 PK/Pdt/2017 tanggal 18 April 2017 karena telah dengan sengaja membuka lahan dengan cara membakar lahan gambut yang dilindungi. PT Kalista Alam kemudian dihukum membayar denda yang terdiri dari Rp 114,3 milyar sebagai kompensasi ke kas negara dan Rp 251,7 milyar untuk merestorasi 1.000 hektar lahan gambut yang terbakar dan hancur. Sebelum putusan tersebut dieksekusi, PT Kallista Alam mengajukan gugatan objek sengketa tanah ke PN Meaulaboh. PT Kallista Alam menyebutkan, koordinat lahan yang dicantumkan KLHK dalam gugatan dan juga dalam putusan pengadilan sebelumnya tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan atau error in objecto.

Dalam putusan PN Meulaboh No. 16/Pdt.G/2017/PN.Mbo Majelis Hakim menyatakan menerima gugatan PT Kallista Alam dengan alasan bukti koordinat yang diberikan oleh KLHK adalah salah. Padahal di putusan PN Meulaboh No. 12/ Pdt.G/ 2012/ PN.Mbo yang diperkuat dengan putusan banding, kasasi dan PK, titik koordinat lahan bekas terbakar benar terbukti berada di wilayah usaha PT Kallista Alam dan merupakan kawasan yang dilindungi. Dengan adanya Putusan PN No. 16/Pdt.G/2017/PN.Mbo tersebut maka Putusan PN No. 12/Pdt.G/2012/Pn.Mbo jo. Putusan Banding No. 50/Pdt/2014/PTBN, Putusan Kasasi No. 651K/Pdt/2015 jo Putusan PK No. 1 PK/Pdt/2015 menjadi tidak mempunyai titel eksekutorial terhadap PT Kallista Alam sehingga putusan MA tersebut tidak bisa dieksekusi. Padahal, Putusan PK merupakan putusan hukum tertinggi yang tidak terbuka upaya hukum apapun, dan bahkan tidak dapat menunda eksekusi. Hal yang menjadi catatan adalah, PN Meulaboh tidak menggunakan kekuasaannya untuk menyatakan perkara tersebut ne bis in idem karena telah diperiksa dan diputus oleh Hakim sebelumnya. Selain itu, Putusan PN Meulaboh juga dapat menjadi preseden bahwa Putusan MA tingkat PK ternyata dapat dibatalkan oleh putusan pengadilan di bawahnya. (RA)

 


 

Seri Hukum Pidana – Tindak Pidana Menyebarkan Informasi Palsu Mengenai Bom di Pesawat Udara

Akhir-akhir ini Indonesia diwarnai beberapa kasus penumpang pesawat bergurau membawa bom. Namun, dari beberapa gurauan tersebut, tidak semua pelakunya diproses menurut hukum. Terakhir tanggal 28 Mei 2018, Frantinus Sigiri, penumpang pesawat Lion Air rute Pontianak-Jakarta diamankan petugas Avsec Bandara Supadio Pontianak karena bercanda mengaku kepada pramugari dalam tasnya terdapat bom. Candaan ini menimbulkan kepanikan dan mengakibatkan penumpang lain berhamburan keluar melalui pintu darurat pesawat, melompat dari sayap pesawat sehingga menimbulkan luka serius, dan bahkan mengakibatkan penundaan atau keterlambatan penerbangan, serta kerugian lainnya. Berdasarkan Pasal 437 UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (“UU Penerbangan”), setiap orang yang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan atau kerugian harta benda, dipidana dengan penjara paling lama 8 (delapan) tahun, dan bila mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. Merujuk ketentuan tersebut, maka ancaman pidana penyebar informasi palsu mengenai bom sebenarnya cukup berat.

Selain sanksi pidana, maskapai penerbangan juga bisa memberi sanksi kepada orang yang menyebarkan informasi palsu mengenai adanya bom yaitu berupa larangan terbang dengan menggunakan maskapai tersebut (blacklist). Berdasarkan Pasal 5 angka 5 Condition of Carriage Lion Air, Lion Air sebagai Perusahaan Pengangkut dapat mengenakan sanksi kepada orang yang melakukan atau pernah melakukan tindakan tertentu di pesawat Perusahaan Pengangkut, atau jika Perusahaan Pengangkut tahu atau yakin bahwa Penumpang pernah melakukan tindakan tertentu terhadap properti Bandara atau pesawat Perusahaan Pengangkut lainnya yang menurut Perusahaan Pengangkut dapat membawa dampak negatif terhadap keselamatan, kenyamanan atau kesehatan orang tersebut, penumpang Perusahaan Pengangkut lainnya, pegawai atau agen Perusahaan Pengangkut, kru udara atau pesawat atau operasional pesawat pengangkut. Berdasarkan Pasal 5 angka 8 Condition of Carriage Lion Air, sanksi untuk tindakan tersebut adalah Perusahaan Pengangkut bisa memberikan larangan penerbangan dengan menggunakan jasa Perusahaan pengangkut secara permanen atau untuk waktu yang tidak terbatas. Sanksi larangan terbang (blacklist) tersebut pernah dialami oleh Regina Goenawan, Sandra Gunawan, Richard Goenawan, dan Ramona Goenawan yang pada akhir tahun 2016 pernah dilarang terbang oleh Maskapai Air Asia dari Jakarta ke Surabaya karena pernah melakukan tindakan kekerasan terhadap salah satu awak kabin. Namun sanksi larangan terbang (blacklist) yang ditujukan kepada Regina dkk belakangan ternyata tidak benar/keliru setelah Pengadilan Negeri Tangerang mengabulkan Gugatan Regina dkk dan menghukum Maskapai Air Asia membayar ganti rugi materiil dan immaterial dan menyatakan permintaan maaf melalui media cetak.

Selain Maskapai, penumpang lainnya yang dirugikan karena perbuatan yang dilakukan oleh penyebar informasi palsu mengenai adanya bom juga berhak mengajukan gugatan perdata atas dasar Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap pelaku penyebar informasi palsu tersebut. Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, orang yang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain wajib mengganti kerugian yang ditimbulkannya. Sayangnya belum ada penumpang yang melakukan langkah tersebut, namun Gugatan PMH cukup sering digunakan dalam kasus penerbangan seperti perlakuan diskriminatif awak kabin terhadap penumpang pesawat hingga pembatalan penerbangan secara sepihak oleh maskapai tanpa penggantian. Kasus perlakuan diskriminatif seperti pernah dialami oleh Dwi Aryani, seorang disabilitas yang diusir dari maskapai Etihad Airways karena menggunakan kursi roda dua tanpa pendampingan dan dianggap dapat membahayakan penerbangan. Ia kemudian mengajukan gugatan PMH terhadap Etihad Airways, PT Jasa Angkasa Semesta, Tbk (PT JAS), dan Kementerian Perhubungan RI Cq Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Dirjen Perhubungan Udara) ke PN Jakarta Selatan. Melalui putusan No. 846/Pdt.G/2016/PN JKT.SEL tanggal 4 Desember 2017, Etihad Airways dinyatakan telah melakukan PMH dan dihukum membayar ganti kerugian materil dan immateril sebesar Rp. 537.000.000 serta menyampaikan permintaan maaf kepada media cetak harian Kompas. Etihad Airways terbukti melanggar hukum dan melanggar kepatutan serta melakukan diskriminasi terhadap Dwi Aryani sebagai penyandang disabilitas. Sedangkan kasus pembatalan penerbangan sepihak oleh Maskapai Air Asia pernah dialami oleh Hastjarjo Boedi Wibowo yang berujung pada dihukumnya Air Asia membayar ganti rugi materil dan immateril. (RA)